Minggu, 26 September 2010

Pengamen cilik di bis kota


Video seorang pengamen cilik dengan alat musiknya, beroperasi di bis kota jurusan Perak, Surabaya.

Seorang Pengemis tua (kakek) di Waru, Sidoarjo


Seorang kakek pengemis duduk di dekat tong, sekitar jembatan layang Waru, jurusan ke Sidoarjo. Setiap pagi kami melihatnya. Dan (maaf) dia juga kadang asyik merokok. Beberapa orang memang memberinya uang, tetapi juga banyak yang melewatinya saja.

Pengamen di Perak Timur


Seorang pengamen sedang berlatih memainkan lagu-lagu untuk mendukung profesinya. Dia berlatih sambil menunggu bis kota tempat dia mencari mafkah lewat, di daerah Jl. Perak Timur, Surabaya, Indoensia.

Mereka lebih beruntung?

Pagi ini saya mendapat respon dari seorang teman baru di Facebook, yang menyatakan pendapatnya setelah melihat / mengintip BLOG ini : "sepertinya mereka lebih beruntung dari saya ya pak?"

Tentu, jika saya ingin memberi jawaban kepadanya tidak mungkin satu atau dua baris. Maka, saya buat post ini khusus untuknya, atau pembaca blog ini yang mungkin punya pendapat yang sama.

Sebagai dasar, saya akan membahas sedikit tentang makna 'untung' atau 'rugi'. Dulu, saya sering membaca karya tulis seseorang yang cukup terkenal, menyatakan bahwa di dalam setiap manusia (diri kita) ada yang namanya AKU. Nah, si 'aku' ini selalu menuntut untuk dipuaskan, disenangkan, dan dipenuhi keinginannya. Jika terpenuhi, si 'aku' akan merasa damai, bahagia, sejahtera, dst. Sebaliknya, jika si 'aku' dikecewakan, diabaikan, tidak didengar / dituruti permintaannya, maka dia merasa kecewa, putus asa, dsb.

Nah, untuk memperoleh kata 'UNTUNG' atau 'RUGI', tidak lepas dari kegiatan perbandingan / membandingkan dengan sesuatu yang 'di luar' diri kita. Contohnya : saya sering membandingkan diri saya yang cacat dengan orang lain yang lebih sempurna.

Mata kiri saya sejak kecil tidak bisa dipergunakan, tidak buta, tetapi sewaktu saya periksakan di Eye Clinic bbrp tahun silam, dinyatakan bahwa di mata kiri saya ada bekas luka seperti cakaran atau bekas digaruk. Jadi, sejak anak-anak, hingga remaja hingga sekarang (umur 42), menikah, punya anak, saya hidup dan berjalan dengan 'mata kanan' saja.

Suatu hari, beberapa tahun silam, saya pernah mengkomplain kepada Tuhan (sorry, ini sikap kurang ajar saya ya?) dan protes kepada-Nya., mengapa saya cuma diberi 'satu mata' saja. Sedangkan orang lain koq matanya 'lengkap' dan saya sering merasa minder, rendah diri, tidak sempurna, dan 'RUGI'... dibandingkan mereka.

Tuhan Yang Maha Kuasa, jelas tidak terima diprotes oleh saya, ciptaan-Nya. Dia menjawab, dengan peristiwa ini: suatu hari, sepulang dari gereja, saya makan siang di sebuah depot. Di depan saya ada seorang gadis yang juga makan siang. Saya tidak punya pikiran apa-apa terhadap dia. Tetapi, alangkah kagetnya sewaktu gadis ini bangkit dari tempat duduknya, dan dia berjalan dengan meraba-raba meja dan kursi di sekitarnya. Oh Tuhan, ternyata GADIS ITU BUTA!

Dalam beberapa detik, seakan saya mendengar suara Tuhan di telinga (batin) saya : "Lihat, kamu sudah protes kuberi mata cuma satu.... gadis itu, dia tidak bisa melihat, dia buta... walaupun matanya lengkap. Seharusnya kamu berterima kasih atas mata kananmu yang masih bisa kamu pakai melihat keindahan dunia ini.... "

Sejak saat itu, saya tidak pernah mengkomplain Tuhan atas mata kiri saya, dan saya belajar untuk bersyukur dan berterima kasih, untuk segala hal yang saya terima dari Tuhan di dalam hidup saya!

Pernah, suatu hari, saya ke kantor teman saya yang jadi pimpinan sebuah pabrik yang lumayan besar, dan saya mencari pekerjaan untuk mentraining karyawannya. Dia memanggilku ke kantornya. Setelah berdialog, mendadak teman saya tadi mengatakan bahwa dia 'CEMBURU' dengan saya.

Saya hampir tertawa setengah mati, mendengar pernyatannya. Bukankah hidupnya lebih 'kaya', lebih 'sukses' dari saya? Dia naik mobil, punya pabrik, istri yg cantik dst dst... saya masih tinggal di rumah kontrakan, saya naik sepeda motor Suzuki RC 100 dst dst... apa alasannya menyatakan bahwa dia 'cemburu' dengan kehidupan saya?

Ternyata, teman saya menganggap bahwa saya 'lebih dekat kepada Tuhan', dan hidup saya 'tidak pernah merasa kuatir / cemas...". Sedangkan hidupnya selalu dilanda kecemasan, beban pekerjaan, kesuksesannya, dst dst..

Semoga, cerita singkat ini membuat kita lebih memahami, apa yang ada pada kita seringkali memang kita banding-bandingkan dengan milik orang lain, tetapi, saya masih belajar untuk mengambil sikap bersyukur dan berterima kasih atas semua yang ada pada saya, walaupun saya masih tetap merasa 'UNTUNG' dan 'RUGI'...