Rabu, 19 Januari 2011
Nenek Penjual Kacang
(kenapa nenek jual kacang di sini?)
Tidak Nak
Ia bukan sekedar menjajakan kacang
di trotoar ini
Ia sedang memperjuangkan hidupnya
(tidak dingin?)
Dingin Nak
Tentu saja angin malam
lembab embun jadi teman setianya
dan dingin adalah bagian dari hidupnya
(nenek senang begini?)
Senang Nak
Jangan tanya ukuran lain
untuk menanyakan kebahagiannya
sekantong kacang yang kau nikmati
adalah secercah kebahagianya
(nenek tidur di sini?)
Pulang Nak
setelah malam di puncak sepi
setelah kota kecil ini lengang
tentu ia akan kembali ke rumahnya
(nenek tidak takut sendiri?)
Tidak Nak
Gelap, sepi, sendiri
sudah jadi keseharianya
cukup dengan lentera kecil itu
Bukan saja menerangi jalannya
tapi Ia juga menjaga agar nyala hidupnya
tetap bertahan
(kenapa tidak ada yang bantu Nek?)
Ada Nak
Tentu Tuhan tak akan membiarkannya sendiri
lihat setua ini ia masih begitu kuat dan tabah
(terimakasih ya nek)
(Terimakasih, jawab si Nenek Penjual Kacang)
(Pa, boleh besok saya beli kacang lagi sama nenek itu?)
Boleh Nak
belilah sesukamu
nikmatilah sesukamu
aku tahu
bukan sekedar kacang yang kau beli
tapi engkau
telah membayar sebuah cermin kehidupan
(tapi kenapa papa matanya merah?)
(sudahlah Nak, ayo kita pulang, mungkin aku sudah mengantuk ini hampir jam Sebelas Malam
kita lanjutkan omongannya di rumah saja ya....)
Depan Ruko-Matawai, 18 Januari 2011)
Karya dari sobatku di Facebook : MR. YONGKY
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
mirip sama kejadian adikku bang......
coba visit blog ku
www.meefroism.blogspot.com
Posting Komentar